Breaking News

Ratu EO Produk UKM di Mal

Pameran kerajinan produk UKM di Mal Paragon, Solo, Oktober 2018. [desisuryanto via solopos]
Dulu, tak mudah produk-produk usaha kecil menengah (UKM) masuk ke mal. Kebanyakan produk yang mengisi mal adalah barang bermerek nan mahal.

Tapi itu dulu, sebelum mal menyadari kekuatan UKM. Sekarang sih tidak lagi. Dan salah satu pendobrak "ketidaksadaran mal" itu adalah Rina Diana Tri. Pendiri event organizer (EO) Poeri Enterprise ini adalah salah satu pelopor pameran produk-produk buatan para pengrajin di mal. “18 tahun yang lalu belum ada pameran UKM di mal,” ungkap Rina.

Kini, sudah banyak mal yang berkongsi dengan perempuan kelahiran 20 Agustus 1968 ini untuk menggelar pameran UKM di tempat mereka. Walau Rina membatasi hanya di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) saja. Sebut saja, Lippo Mall Kemang (Jakarta), Botani Square Mall (Bogor), MargoCity (Depok), dan Grand Metropolitan (Bekasi).

Sebagai EO, tentu, Rina tak hanya menyelenggarakan pameran UKM. Ia juga siap menyelenggarakan acara lainnya, termasuk pesta ulang tahun. Bahkan, tempatnya pun bisa di mal atau di tempat-tempat lain seperti di gedung perkantoran.

Hanya, diakui Rina, pameran produk UKM di mal-lah yang menjadi kekuatan utamanya. Untuk kegiatan yang satu ini, dalam sebulan dia bisa mengadakan lebih dari dua event. Misalnya, selama bulan puasa kemarin saja, ia menggelar pameran bertema Ramadan di tujuh mal.

Sayangnya, Rina menolak blak-blakan mengungkap omzet usahanya. Ia hanya menyebutkan, saat ini, jumlah karyawan Poeri Enterprise -- termasuk yang berstatus pekerja lepas -- jumlahnya mencapai 80 orang. Kalau setiap pekerja dibayar sesuai UMR DKI Jaya, yang sekitar Rp 3,6 juta, maka untuk membayar pegawainya saja Rina harus keluar uang Rp 288 juta. Logikanya, ia juga mengantongi keuntungan atas jerih payahnya itu. Artinya, omset Rina setiap bulannya jauh di atas itu. 

Menurut Rina, kata Poeri pada nama perusahaannya merupakan singkatan namanya dan sang suami, Poerwanto dan Rina. “Ini juga jadi semangat dan inspirasi dalam berbisnis, karena ada harapan, doa, dan restu dari keluarga saya,” kata dia.

Sebelum mendirikan Poeri Enterprise pada 2000 lalu dengan status perseroan terbatas (PT), Rina sempat berbisnis biro perjalanan (1998-2008). Kala itu dia menyewa tempat di Hotel Inna Wisata. 

Ketika Hotel Inna Wisata bersalin menjadi Grand Indonesia, Rini menutup bisnis travel agent tersebut. Ia beralih pada usaha EO, yang kala itu mulai marak.

Dan langkah Rina masuk ke bisnis EO ini sebenarnya tidak sengaja. Mulanya, cerita dia, ia mendapat tawaran dari salah seorang temannya untuk menggelar bazar di salah satu kantor di Jakarta dengan tema budaya. Sang teman beralasan: Rina hobi mengoleksi benda-benda etnik sehingga kenal dengan banyak pengrajin. Iapun menyanggupinya, menerima tawaran tersebut.

Bazar itu rupanya mendapat respons positif. Sejak itulah, tawaran untuk menyelenggarakan bazar dan pameran terus berdatangan. Ia pun memformalkan usaha barunya itu dengan mendirikan Poeri Enterprise. Dengan mengusung konsep utama: budaya. “Saya suka yang berbau etnik, maka menciptakan usaha yang saya sangat menikmati,” ucap Rina.

Sebelum masuk ke mal, Rina lebih dulu menggarap event di sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah juga badan usaha milik negara (BUMN). Acara ulang tahun Perum Bulog, di mana bazar yang diikuti UKM binaan perusahaan logistik pelat merah itu ada di dalamnya, salah satu kreasi Rina kala itu.

Ia mulai fokus ke mal pada 2003. Awalnya, ia mengungkapkan, tak mudah menyelenggarakan pameran produk-produk UKM di mal. Maklum, meski sudah memiliki atrium yang besar, pengelola mal merasa sudah cukup dengan penyewa atau tenant yang ada. Dan itu, sangat sedikit, bahkan bisa dikatakan tak ada, yang menjual produk-produk kerajinan. Kalau pun mereka menyewakan atrium, kebanyakan untuk pameran otomotif dan mebel. Bukan produk UKM, terlebih yang berupa kerajinan.

Belakangan, keberhasilannya mengadakan acara di berbagai instansi pemerintah dan BUMN mampu meyakinkan para pengelola mal. Apalagi, Rina mengusung pameran UKM dengan tema berbeda, yakni budaya. “Saya buat dekorasi yang etnik banget. Misalnya, ada pendopo untuk produk UKM dari Jawa, rumah gadang buat produk dari Sumatra Barat,” kata Rina.

Singkat cerita, Rina pun menjadi pionir penyelenggaran pameran di sejumlah mal. Mulai dari Botani Square di Bogor, MargoCity di Depok, sampai Grand Metropolitan dan Cibubur Junction di Bekasi.

Walaupun pihak mal sudah welcome terhadap kreativitasnya, tantangan lain bukan tak ada. Mengajak pelaku UKM ikut pameran di mal adalah salah satunya. Di benak para pelaku UKM itu, yang umumnya pengrajin kecil, sewa stan di mal mahal. Agar mereka mau bergabung, Rina menawarkan skema bagi hasil keuntungan alias profit sharing.

Lalu, bagaimana menyedot pengunjung? Untuk ini ia menyiapkan beberapa strategi. Mulai dari mengundang artis ibukota hingga mengadakan demo membatik buat pengunjung. “Saya juga bikin bazar artis. Bisa dibilang, mungkin pada zaman itu sayalah pencetus bazar artis,” klaim Rina.

Alhasil, pameran-pameran produk UKM yang dia gelar di mal pun mendulang sukses. “Peserta senang, pengunjung senang, pengelola mal senang, dan saya selaku EO juga senang," kata Rina. “Win win solution,” imbuh dia.

Penawaran dari pengelola mal, terutama pusat perbelanjaan baru, untuk menyelenggarakan pameran di tempat mereka pun mengalir. Namun, Rina hanya mengambil tawaran dari mal di Jabodetabek. “Kekuatan saya terbatas,” kata dia.

Rina pun tetap fokus menggarap pameran produk UKM. Meskipun, tak sedikit pengelola mal yang memintanya memegang pameran lain, seperti otomotif dan mebel. Di luar pameran produk UKM, ia hanya mengambil acara seperti meet and greet dengan artis.

Menurut Rina, banyak pengelola mal mempercayakan penyelenggaraan pameran dan acara lain kepada dirinya lantaran ia turun langsung. Mulai dari memuat barang ke dalam mal hingga pameran berlangsung.

“Rata-rata kan pemilik EO tidak turun, serahkan saja ke karyawan. Saya tidak begitu. Saya juga ingin karyawan bisa langsung ngomong ke saya kalau ada masalah dan keputusan bisa segera diambil,” ujar dia.

Lakukan pendekatan

Yang juga jadi pembeda Rina dengan EO lain adalah, selama pameran ia selalu melakukan pendekatan kepada para pelaku UKM yang jadi peserta. “Saya suka mengajarkan ke mereka untuk membuat keunikan dalam produknya,” kata dia. Walhasil, para peserta pun mendapat masukan -- bahkan mungkin pencerahan -- terhadap kiprah mereka.

Dan masukan yang diberikannya bukan hanya menyangkut produk. Tapi, juga soal kemasan sampai kartu nama.  “Jadi, saya berbagi ilmu juga, bukan sekadar jualan stan pameran,” beber Rina.

Bersamaan dengan itu, pendekatan yang ia lakukan itu juga menggali masukan dan keluhan dari pelaku UKM. Misalnya, ada peserta yang mengeluh dagangannya  tidak laris, padahal pameran sudah berjalan beberapa hari. Rina pun akan memberi saran agar penjualan bisa meningkat. 

Kalaulah setelah masukan tadi dilaksanakan dan penjualan masih tetap sepi, Rina tak jarang memenuhi permintaan diskon sewa tempat yang diajukan peserta tadi. “Cuma, untuk ke depannya harus dievaluasi, kenapa bisa tidak laris, saya bantu evaluasi. Toh, saya enggak bisa terus-terusan kasih diskon?” ujar Rina.

Era digital ini, kata Rina, juga jadi pemberat penjualan UKM di pameran. Orang semakin banyak yang berbelanja di toko online karena lebih praktis, bahkan harganya lebih murah.“Saya sering kali memberi pendekatan ke para perajin bahwa mereka harus bisa mengikuti zaman. Kalau ingin berhasil dan produknya laris, ya, ikut jualan online. Walau offline tetap jalan,” ucap Rina.

Satu lagi, tidak seperti EO lain, Rina menerima pembayaran sewa stan dengan dicicil. Yang penting, ada itikad baik dari peserta untuk melunasi hingga akhir pameran.

Memang, cara ini mengundang risiko. Tak sedikit peserta yang mengemplang. Kalau dirupiahkan, nilai totalnya terbilang besar. Walau, Rina menolak menyebut angka persisnya. “Saya ikhlaskan saja. Untung rugi dalam sebuah bisnis adalah hal yang biasa,” kata Rina.

Walau terlihat pemurah dan baik hati, Rina mengakui dirinya termasuk orang yang cerewet dan banyak aturan. “Saya ingin semuanya senang, para tenant mal juga tak terganggu,” ungkap dia.

Tentu saja penyampaian kepada peserta pameran harus secara baik-baik, sehingga menciptakan kenyamanan bagi mereka.“Saya rasa, itu juga merupakan kunci supaya usaha EO pameran bisa sukses. Karena visi dan misi saya adalah harus maju dan berkembang bersama, besar bersama dengan para pelaku UKM,” tegas Rina.

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.